Perkembangan teknologi yang cukup pesat turut memberikan dampak positif bagi manusia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Salah satunya adalah dengan mempermudah pola interaksi virtual menggunakan platform-platform yang telah dikembangkan untuk mendukung proses komunikasi tersebut. Salah satu wujud pemanfaatan platform yang merupakan produk luaran teknologi oleh Program Studi Magister Ilmu Susastra adalah dengan menyelenggarakan kegiatan webinar yang diharapkan mampu menjadi agenda rutin untuk ke depan. Webinar dari Magister Ilmu Susastra ini secara perdana diselenggarakan pada hari Sabtu, 27 Juni 2020, tepatnya pukul 19.30 WIB melalui MS Teams.

Webinar perdana ini membahas perihal seni dan budaya yang berkembang sebagai dampak dari tatanan baru akibat pandemi Covid-19. Narasumber pada kegiatan tersebut adalah Dr. Sukarjo Waluyo, S,S., M.Hum, dosen Mata Kuliah Estetika Sastra dan Budaya pada Program Studi Magister Ilmu Susastra, Undip. Sedangkan, host yang akan memandu jalannya acara adalah Nur Sitha Afrilia, S.S., mahasiswi dari Program Studi Magister Ilmu Susastra (2019). Webinar yang terbuka untuk umum ini dikuti oleh sektar 50 peserta dan terlibat aktif dalam sesi tanya-jawab.

Doktor baru lulusan Universitas Indonesia tersebut dalam paparannya mengemukakan bahwa pandemi Covid-19 ini adalah masalah kemanusiaan global yang sedang melanda seluruh bagian dunia. Wabah ini nyata menjadi ancaman yang meski tak kasat mata nyatanya mengancam kita semua tanpa mengenal ras tertentu, status sosial, maupun sekat geografis. Saat seperti inilah spesies yang bernama “manusia” serasa sedang diuji sejauh mana krestivitas dan daya tahannya. Fenomena ini sekaligus harus menyadarkan bahwa kita ini adalah makhluk yang lemah dalam berhadapan dengan alam. Tolong-menolong, saling bantu, dan kolaborasi adalah kata-kata yang selayaknya dikedepankan bersama dalam menghadapi wabah dan krisis ini.

Pak Karjo, panggilan akrab dosen Fakultas Ilmu Budaya Undip tersebut, mengatakan bahwa wabah dan krisis seringkali melahirkan perubahan-perubahan yang berarti. Flu Spanyol sekitar satu abad lalu, misalnya, telah melahirkan suatu perubahan besar dan revolusi dalam bidang transportasi. Orang mulai beralih dari alat tranportasi tradisional seperti kuda dan sapi menuju alat transportasi baru, yaitu kendaraan bermotor. Nyatalah bahwa wabah dan krisis seringkali disebut sebagai Opening New Gate atau pembukaan atas pintu gerbang baru. Pertanyaannya adalah apakah kita semua sudah siap memasuki gerbang baru tersebut?

Pak Karjo mengemukakan ada beberapa hal yang garus diperhatikan agar kita bisa menyesuaikan dengan era baru tersebut yang sebagian orang menyebutnya New Normal. Pertama, yaitu terkait dengan new media yang akan mampu menggantikan kebiasaan pertemuan konvensional. Pandemi Covid-19 nyata-nyata telah mengubah bagaimana kebiasaan pertemuan konvensional menjadi terhalang. Lembaga pendidikan formal menjadi bidang yang sangat merasakan dampaknya, sementara untuk berganti dengan pembelajaran melalui daring tampaknya juga belum semua guru dan para siswa siap melaksanakannya. Pada waktu yang akan datang, kecakapan penggunaaan media baru atau literasi media menjadi hal baru yang layak diperhitungkan. Hanya mereka yang menguasai media barulah yang akan bisa eksis karena media baru baru tersebut menjadi pengganti komunikasi maupun transaksi konvensional.

Kedua, terkait denga new mental yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam hal ini, kita harus menyadari bahwa fighting spirit, kreativitas, dan kemauan untuk terus belajar menyesuaikan dengan perubahan dan hal-hal baru harus menjadi sebuah kesadaran. New mental juga menantang kita untuk siap menghadapi setiap perubahan yang akan datang. Kita harus akrab dengan pemeo “Tak ada sesuatu yang abadi karena yang abadi adalah perubahan itu sendiri.” Hanya mereka yang kreatif dan mau belajarlah yang akan bisa memanfaatkan peluang-peluang baru.

Seni dan Budaya Baru

Terkait istilah seni dan budaya, Pak Karjo menungkapkan bahwa dalam situasi wabah dan krisis orang seringkali tersadarkan betapa pentingnya fungsi dan peran kesenian. Kesenian justru seringkali serasa terlahir kembali pada saat krisis. Puisi, cerpen, dan penerbitan buku sastra baik digital maupun cetak tetap saja ramai. Sementara itu, dengan kebijakan Work From Home (WFH) membuat masyarakat membutuhkan hiburan yang bisa diakses dari rumah.

Pentas musik virtual yang pernah dilakukan oleh almarhum Didi Kempot dalam menyapa “Sobat Ambyar” (julukan pecinta musik Didi Kempot) membuat kita seperti terkaget-kaget. Pentas amal tersebut bisa dikatakan fenomenal karena baru pertama dilakukan secara virtual dan mampu mengumpulkan dana lebih dari 7 milyar untuk memberikan sumbangan bagi penanganan dampak pamdemi Covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi kesenian menjadi dianggap kian penting pada saat krisis.

Terkait istilah seni dan budaya, Pak Karjo menungkapkan bahwa dalam situasi wabah dan krisis orang seringkali tersadarkan bahwa kebudayaan menyangkut banyak hal dan aspek-aspek kehidupan yang seringkali dianggap remeh. Mencuci tangan, hidup bersih dan sehat, dan tradisi pengobatan tradisional adalah juga bagian dari kebudayaan. Saat vaksin virus yang hingga saat ini belum ditemukan maka meningkatkan imunitas tubuh menjadi pilihan. Fenomena seharusnya membuat orang Indonesia merasa bangga dan percaya diri karena kita memiliki keanekaragaman bahan baku jamu dan obat-obatan tradisional. Pada masa yang akan datang pemerintah hendaknya  memberikan dukungan bagi berkembangnya potensi-potensi ini. Webinar ini terbuka untuk umum dan diharapkan akan menjadi forum diskusi rutin Program Studi Magister Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Budaya Undip dengan membahas fenomena-fenomena aktual. (SW)