Ramon Papana, pioner stand up comedy di Indonesia. (kapanlagi.com)

Sastra yang pertama kali dikenal oleh masyarakat di Indonesia sejak zaman dahulu yaitu sastra lisan. Sastra lisan merupakan jenis sastra yang dilestarikan secara turun-temurun di Indonesia, misalnya seperti mitos, legenda, dongeng, lagu, dan sejenisnya. Sastra lisan biasanya erat kaitannya dengan kebudayaan suatu daerah di mana tempat sastra lisan itu lahir. Pada zaman dahulu, sastra lisan menjadi sesuatu yang bernilai tinggi dan digunakan sebagai “alat” memengaruhi dan membentuk pola pikir, karakter, sudut pandang masyarakat.

Sastra lisan sejak dulu juga dijadikan sebagai media hiburan, sebagaimana tampak dalam pantun, syair, lagu, dan juga humor. Pudentia (dalam Badrih, 2014: 291) menjelaskan, “Sastra lisan mencakup segalah hal yang berhubungan dengan sastra, bahasa, sejarah, biografi, dan berbagai pengetahuan serta jenis kesenian lain yang disampaikan dari mulut ke mulut. Jadi, sastra lisan tidak hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, nyanyian rakyat, mitologi, dan legenda sebagaimana umumnya diduga orang, tetapi juga berkaitan dengan sistem kognitif kebudayaan, seperti: sejarah, hukum, dan pengobatan. Selain itu, sastra lisan merupakan “segala wacana yang diucapkan/disampaikan secara turun-temurun meliputi yang lisan (oracy) dan yang beraksara (orality).”

Penjelasan Pudentia menegaskan bahwa sebenarnya sastra lisan kini tidak hanya terbatas pada tradisi-tradisi lisan seperti yang kita ketahui selama ini seperti mitos, legenda, dongeng dan sejenisnya. Pada era globalisasi saat ini, sastra lisan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang semakin pesat, salah satunya dengan munculnya stand up comedy. Stand up comedy memang bukan lah sebuah seni pertunjukkan asli Indonesia, tetapi telah menambah khasanah sastra lisan dan seni tutur di Indonesia.

Sama seperti seni sastra lainnya, stand up comedy juga dapat menjadi media pengarang untuk menyampaikan ide, gagasan, dan keresahannya. Hanya saja stand up comedy bukanlah sebuah sastra yang menyampaikan pemikiran pengarang dengan serius meskipun dalam proses pembuatannya perlu keseriusan. Sastra lisan stand up comedy adalah sebuah seni komedi modern. Biasanya mereka para comedian atau comica berdiri di depan penonton lalu membawakan sebuah jokes, berbicara langsung kepada mereka dan menghadapi reaksi penonton juga secara langsung dan seketika (Papana, 2016: 5)

Perkembangan Sastra Lisan di Indonesia

Lawak tunggal/melawak sendiri di atas panggung sebenarnya telah lama ada di atas panggung hiburan di Indonesia. Tokoh-tokohnya misalnya adalah Iskak, S. Bagyo, Bing Slamet, dan Edy Sud. Mereka adalah jawara lawak tunggal di masa 1950-an. Pada tahun 1970 hingga 1980an pun ada sejenis acara stand up comedy yang ditayangkan di TVRI kala itu. Sejarah mencatat nama Arbain, seseorang dengan logat khas Tegal-nya yang kental dan sanggup memunculkan gelak tawa penontonnya karena jokes yang ia tuturkan.

Ramon Papana, adalah seseorang yang dianggap sebagai pelopor berdirinya stand up comedy yang ada di Indonesia. Sudah sejak 1992 sebelum masyarakat Indonesia mengenal istilah stand up comedy, ia sudah sering mengadakan kompetisi lawak tunggal yang menjadi cikal bakal berdirinya stand up comedy Indonesia. Namun, label ‘pelopor’ yang disematkan pada Ramon, nyatanya tidak membuat dirinya nyaman. Menurut Ramon, ia merasa dirinya dipandang sebelah mata oleh para pelawak tradisional yang tergabung dalam Persatuan Artis Seniman Komedi Indonesia (PASKI).

Memasuki tahun 1993, Ramon dan Harry De Fretes bekerjasama untuk mengadakan sebuah lomba dengan nama “Lomba Pidato Humor”. Saat itu, istilah stand up comedy belum secara resmi diperkenalkan dan digunakan sebagai nama lomba, hanya dideskripsikan sekilas saja pada pembukaan. Keinginan menumbuh kembangkan stand up di Indonesia pun semakin kuat, dan pada akhirnya di tahun 1997 ia mendirikan sebuah comedy café. Menurutnya, kegiatan stand up biasanya berawal di café atau club, dan di comedy café tersebutlah Ramon mempersilahkan orang-orang untuk open mic.

Open mic adalah sebuah program yang sangat populer di seluruh dunia di mana sebuah club/café/restaurant memberi kesempatan kepada siapa saja untuk naik panggung dan tampil ber-stand up comedy dengan Batasan waktu (3-10 menit) untuk mencoba, belajar atau berlatih stand up comedy (Papana, 2016: 163). Di Indonesia sendiri kegiatan open mic ini diadakan biasanya diadakan seminggu sekali oleh komunitas stand up daerah yang bekerja sama dengan café/club/restaurant.

Stand up comedy Indonesia sedikit demi sedikit mulai dikenal oleh masyarakat di tahun 2010. Hal ini berawal ketika rekaman stand up comedy Raditya Dika dan Pandji Pragiwaksono yang direkam di Comedy Café milik Ramon, diunggah ke situs Youtube dan saat itulah menjadi heboh. Sejak saat itulah kemudian di tahun 2011 dua stasiun TV yaitu Metro TV dan Kompas TV menayangkan program stand up comedy. Kompas TV adalah stasiun TV yang kemudian melahirkan banyak comica berbakat melalui program pencarian bakatnya yaitu SUCI ( Stand Up Comedy Indonesia ).

Perlu diketahui bahwa meskipun stand up comedy dan lawak tunggal tradisional memiliki kesamaan dalam hal penyampaian yaitu melalui seni tutur, namun keduanya cukup berbeda terutama dalam teknis penulisan materinya. Stand up memiliki prinsip yang paling dasar yaitu “don’t try to be funny, but tell something funny”. Kalimat tersebut menegaskan bahwa sebisa mungkin comica jangan sampai terlihat seperti ingin melawak atau melucu, sebab hal tersebut justru akan menjatuhkan citra comica itu sendiri sebagai smart comedian. Dari segi penampilan pun, para comica biasanya hanya menggunakan pakaian yang formal, tanpa mengenakan kostum maupun tambahan properti dari sterofoam. Sumber kelucuan dari stand up comedy adalah melalui seni tutur itu sendiri, melalui kalimat-kalimat yang mereka sampaikan. Dalam hal materi, stand up memiliki patokan yang dikenal dengan set up dan punch line. Set up adalah bagian kalimat yang tidak lucunya atau dapat disebut juga dengan kalimat pengantarnya, sedangkan punch line adalah bagian kalimat atau lucunya.

Durasi untuk melakukan stand up comedy juga tergolong singkat, seorang comica biasanya mereka melakukan stand up 5-10 menit. Meskipun singkat, mereka dapat membawakan puluhan jokes. Jokes atau kelucuan yang mereka lemparkan pun akan semakin menarik apabila ditulis dengan tersusun rapi dan cara berpikir yang kreatif.

Problematika Stand Up Comedy di Indonesia

Ada pepatah yang mengatakan semakin tinggi sebuah pohon maka semakin besar angin yang akan menerpanya. Begitu pula dalam dunia stand up comedy, seiring berjalannya waktu bermunculan genre-genre stand up comedy yang baru, bahkan batas-batas wajar stand up comedy pun semakin bergeser.

Stand up comedy merupakan bagian dari karya sastra lisan modern. Seperti halnya karya sastra lain, stand up comedy juga digunakan sebagai media untuk menyampaikan gagasan, ide, dan keresahan yang ada dalam diri pengarang (comica). Sama halnya dengan para penulis buku atau sastrawan lain, stand up comedy juga memiliki comica-comica yang berjalan pada genre komedinya masing-masing. Misalnya yang pertama adalah Pandji Pragiwaksono, ia telah beberapa kali mengadakan tur keliling dunia dengan materi-materi stand up-nya yang lebih dominan ke kritik sosial baik kepada masyarakat maupun ke pemerintahan. Materi yang ia sampaikan ke penonton, telah membuatnya beberapa kali bermasalah dengan beberapa pihak karena jokes-jokes nya yang sebenarnya merupakan kritik sosial.

Bintang Emon, Stand Up Comedy-an yang tengah naik daun karena materi kritisnya. (Tempo.co)

Contoh dari jokesnya yang sempat bermasalah adalah mengenai toa masjid, ia menyampaikan bahwa toa masjid seringkali digunakan tidak sesuai fungsinya seperti pengumuman ibu-ibu, anak mengaji belum lancar menggunakan microphone masjid/mushola. Ada pula permasalahan dengan komunitas kucing, ia dianggap membenarkan terhadap tindak kekerasan pada hewan, sehingga para pecinta kucing merasa marah. Ia juga pernah bermasalah dengan komunitas orang tuli, Pandji dianggap menghina profesi Juru Bahasa Isyarat (JBI), padahal ia bermaksud menyindir orang-orang yang tidak bisa menjadi JBI namun “sok” menjadi JBI seperti peristiwa yang terjadi di Amerika. Ada pula isu HAM yang menerpanya, padahal menurut Pandji sendiri, sebelum ia menulis materi untuk stand up comedynya, ia selalu melakukan riset ke pihak-pihak yang berwenang seperti Komnas HAM dan Kontras, bahkan untuk isu HAM ia mendapat permintaan dari keluarga korban pelanggaran HAM agar isu tentang HAM yang belum usai harus tetap diangkat.

Kemudian yang kedua ada Ernest Prakasa, selain sebagai comica, ia juga merupakan seorang penulis buku dan sutradara. Dalam performance nya ia selalu membahas mengenai kehidupan etnis Tionghoa. Beberapa jokes yang ia lemparkan kepada penonton pun pernah membuat tersinggung beberapa pihak Tionghoa, padahal Ernest sendiri memiliki darah Tionghoa. Ketiga, yang paling kontroversial adalah Coki Pardede dan Tretan Muslim. Mereka berdua adalah comica jebolan program SUCI di Kompas TV dan kini tergabung dalam manajemen Majelis Lucu Indonesia, jokes yang mereka bawakan seringkali menyerempet batas-batas SARAP ( Suku Agama Ras dan Pornografi ) atau istilah dalam dunia komedi disebut dengan genre dark jokes. Beberapa kali mereka sempat tersandung kasus dan diburu oleh ormas-ormas tertentu karena jokes dan konten yang mereka bawakan dianggap menghina umat agama tertentu. Akan tetapi, lambat laun jokes yang mereka bawakan menjadi sesuatu hal yang lumrah dan menjadi garis batas baru bagi para comica, meskipun pada akhirnya comica lain tetap memilih jalan yang lebih aman dan tidak menyinggung siapapun dengan membawakan dark jokes.

Selanjutnya, yang keempat yaitu ada Bintang Emon. Namanya memasuki trending topik beberapa waktu lalu karena membahas sifat-sifat masyarakat Indonesia yang apatis terhadap protokol kesehatan. Namanya terdengar pemerintah hingga ia mendapat tawaran sebagai influencer untuk mengkampanyekan tentang protokol kesehatan. Akan tetapi, baru-baru ini nama Bintang Emon kembali menduduki trending topik karena ia mengkritisi keadilan untuk kasus Novel Baswedan. Bintang Emon mendapat terror beberapa pihak dan mendapat serangan fitnah dari akun-akun buzzer yang menuduh Bintang Emon menggunakan narkoba. Hal tersebut pun lantas membuat comica-comica senior dan berbagai pihak angkat bicara dan membela Bintang Emon.

Problematika-problematika di atas adalah sebagian kecil dari berbagai macam problematika yang dihadapi oleh para comica di Indonesia. Padahal stand up comedy menjadi salah satu media untuk bersuara atau mengkritisi suatu peristiwa tanpa menyakiti berbagai pihak. Ide, gagasan, dan keresahan yang disampaikan melalui stand up comedy lebih mudah dicerna oleh masyarakat karena dibawakan dengan susunan kalimat yang ringan dan dibumbui sedikit humor. Sayangnya, meskipun telah dirangkai dengan kalimat yang disusun sedemikian rupa, dan secara hati-hati supaya tidak menyinggung, masih ada orang-orang yang akan tersinggung. Menurut Pandji, ketersinggungan timbul karena seseorang itu tidak dapat menangkap pesan sebenarnya yang disampaikan oleh comica dan hal tersebut berhubungan dengan tingkat kecerdasan seseorang. Pandji menambahkan bahwa orang yang cerdas akan dapat menangkap pesan-pesan dibalik jokes yang dilemparkan, sedangkan mereka yang kurang cerdas akan sulit menangkap pesan yang disampaikan oleh comica dan akhirnya mereka merasa tersinggung.

Stand Up Comedy Hanya Untuk Kalangan Tertentu

Berbeda dengan seni lawak tradisional yang dianggap sebagai hiburan untuk rakyat jelata atau menengah ke bawah, stand up comedy diberikan label sebagai komedi cerdas dan diperuntukkan untuk menengah ke atas. Hal ini terlihat dari seringnya acara stand up comedy yang diselenggarakan oleh comica ternama, berada di panggung yang tertutup dan dengan harga tiket masuk yang cukup tinggi. Bahkan aturan dalam menonton stand up comedy pun cukup ketat seperti tidak boleh menyalakan hp dan merekam penampilan comica di atas panggung.

Harga tiket yang tinggi dan aturan yang ketat dibuat untuk menghindari adanya orang-orang yang mudah tersinggung dan marah karena sebuah jokes yang dibawakan oleh comica. Sudah menjadi rahasia umum di dunia stand up comedy, bahwa biasanya orang-orang yang mudah tersinggung dan marah adalah masyarakat yang berada di lapisan menengah ke bawah. Selain itu, hal ini juga berguna untuk menjaga originalitas materi yang dibawakan oleh si comica dan juga keamanan dari comica. Keamanan dalam hal ini ialah menghindari jeratan pasal karet UU ITE karena pada dasarnya jika di panggung tertutup, para comica dapat lebih bebas mengungkapkan apa yang ada dipikirannya. Adanya pasal karet dalam UU ITE membuat comica was-was apabila mereka menyampaikan materi yang cukup sensitif di panggung terbuka akan ada pihak=pihak yang mencari-cari kesalahan para comica, Maka dari itulah stand up comedy disebut sebagai komedi cerdas karena yang dapat menikmatinya hanyalah orang-orang dengan kemampuan berpikir yang lebih matang. Adapun jika kita melihat comica-comica yang tempil di panggung terbuka dan televisi, yang kita lihat dan dengarkan hanyalah materi-materi pilihan yang memang aman untuk disampaikan ke publik.

Stand up comedy menambah khasanah baru dalam dunia sastra lisan yang ada di Indonesia. Seperti halnya karya sastra lainnya, stand up comedy pun digunakan sebagai media penyampaian ide, gagasan, dan keresahan dari si pengarangnya. Seringkali jokes yang dilemparkan oleh comica ke para penontonnya adalah peristiwa yang sebenarnya terjadi di sekitar kita, bahkan kita sering mengalami sendiri. Peristiwa-peristiwa yang kita anggap biasa saja, ditangan para comica dapat dijadikan hiburan yang menggelakan tawa banyak orang.

Stand up comedy juga seringkali dijadikan sebagai media untuk mengenalkan budaya, kebiasaan, maupun adat istiadat di suatu daerah. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang positif guna memperkenalkan budaya kepada  generasi-generasi muda. Akan tetapi, tetap saja pada prinsipnya penyampaiannya pun harus disusun sedemikian rupa supaya apa yang ingin disampaikan dapat menghibur dan tidak menyakiti siapapun. Di era modern saat ini, stand up comedy juga dapat dijadikan mata pencaharian dan batu loncatan untuk meniti kariergi. Banyak comica yang kemudian merambah ke dunia film, penulis, content creator, dan sebagainya. (Amri. FA/Mahasiswa Magister Ilmu Susastra FIB Undip)